Senin, 02 Juli 2012

Euro 2012 Trip: Warsawa

(Go west) Life is peaceful there
(Go west) In the open air
(Go west) Where the skies are blue
(Go west) This is what we're gonna do

(Go West by Pet Shop Boys)

Saya sengaja memulai postingan dengan mengutip lagu klasik bernada ceria dari Pet Shop Boys di atas. Postingan ini adalah tentang Warsawa, ibukota Polandia berpopulasi 1,8 juta jiwa yang menjadi salah satu panggung utama turnamen sepak bola Euro 2012. Di kota ini, acara pembukaan pesta sepak bola Eropa empat tahunan tersebut dilaksanakan. Mendadak, jutaan pasang mata tertuju ke kota yang tadinya hanya memiliki klub sepak bola medioker bernama Legia Warsaw ini.

Hubungannya dengan lagu tersebut? Sepanjang perjalanan Poznan-Warsawa, saya sering berpapasan dengan para pendukung tim sepak bola Polandia yang menyanyikan yel-yel 'Polska', atau nama lain negara Polandia. Nah, cara mereka menyanyikan yel-yel itu adalah dengan mengambil bait awal dari lagu 'Go West' tersebut dan menggantinya dengan 'POLSKA'!

Saya sendiri awalnya tidak berencana mengunjungi Warsawa, namun setelah beranggapan bahwa mengunjungi suatu negara tidak afdal jika tidak mengunjungi ibukotanya, maka akhirnya saya melanjutkan perjalanan dari Poznan ke Warsawa. Saya pun meninggalkan Poznan pada 17 Juni 2012 dan menumpang kereta antar kota ke Warsawa yang menempuh perjalanan sekitar 4 jam. 

Perjalanan ke Warsawa sama sekali tidak bisa dibilang menyenangkan. Kereta yang saya tumpangi tidaklah lebih baik dari kereta antar kota di Jawa, yang menghubungkan antara Jogja dan Bandung, misalnya. Awalnya, kereta tersebut telat satu setengah jam dari jadwal, sehingga membuat banyak penumpang terlantar. Lalu, kereta ini termasuk jenis kereta ekonomi sehingga tidak dilengkapi dengan sistem pendingin dan sering berhenti untuk menunggu kereta lain lewat. Alhasil, saya sering berkeringat selama perjalanan di atas kereta. 

Sesampainya saya di Warsawa, saya dibuat kagum karena Warsawa terlihat seperti versi lain kota Berlin. Serupa tapi tak sama. Warsawa dan Berlin sama-sama dikenal sebagai 'kota Phoenix', mengacu pada burung Phoenix di cerita Yunani kuno. Ceritanya, burung Phoenix, meskipun terbakar habis, selalu mampu lahir kembali dalam suatu bentuk baru. Begitu halnya dengan Warsawa dan Berlin. Meskipun kedua kota ini sama-sama pernah luluh lantak akibat perang dunia, namun mereka selalu berhasil dibangun kembali sehingga sekarang menjadi kota yang modern dan nyaman untuk ditinggali.

Perbedaannya, warga Warsawa jarang yang bisa bahasa Inggris. Saya kadang mencoba bahasa Jerman, namun ternyata kebanyakan orang hanya bisa berbahasa Polska. Anyways, setelah keluyuran beberapa jam mencari hostel tempat menginap, akhirnya saya berhasil menemukannya. Setelah menyimpan barang bawaan, saya pun bergegas datang ke fan zone, atau area yang disulap menjadi tempat nonton bareng pertandingan Euro 2012. Pada malam hari itu, warga Polandia berduyun-duyun datang ke fan zone untuk menyaksikan salah satu pertandingan terpenting bagi tim sepak bola mereka: Polandia melawan Republik Ceko. Jika Polandia menang, maka tim mereka akan berhasil masuk ke 8 besar.


Fan zone Warsawa pada petang hari itu pun menjadi salah satu crowd dengan jumlah terdahsyat yang pernah saya alami. Mungkin ada sekitar 200-ribu sampai 300-ribu orang yang memadati fan zone Warsawa demi mendukung timnas mereka bertanding. Berada di tengah kerumunan massa ini benar-benar merupakan suatu pengalaman hidup yang tak terlupakan bagi saya.

Sayangnya, perjuangan tim nasional Polandia pada hari itu tidak berakhir bahagia. Mereka harus menerima kenyataan takluk dari Ceko dengan skor 0-1. Nyanyian 'Polska' dengan nada lagu 'Go West' pun perlahan-lahan mulai menghilang. Digantikan dengan wajah kekecewaan para pendukung yang meninggalkan fan zone.

MP

Euro 2012 Trip: Poznan (2)

Okay, inilah yang ditunggu-tunggu dari perjalanan saya ke Polandia: nonton langsung match Euro 2012 di stadion!

Match yang saya tuju adalah pertandingan antara Italia melawan Kroasia, 15 Juni 2012. Poznan sendiri sudah diramaikan oleh pendukung-pendukung Kroasia dan Italia sejak 14 Juni. Masalah muncul bagi saya karena saya datang ke kota Poznan dengan modal nekat: belum punya tiket!

Rusmin sendiri sudah berhasil membeli tiket dari sebuah website beli tiket online. Tiket yang didapatkannya adalah tempat duduk kategori 2 yang harga aslinya 30 Euro, diperolehnya dengan harga 60 Euro. Saya dan Sendy akhirnya nekat saja datang ke stadion Miejski Poznan satu jam sebelum pertandingan dimulai, berharap bisa membeli tiket dari calo sambil berdoa supaya harga yang dipatok oleh para calo nggak mahal-mahal amat.

Kami pun berangkat ke stadion Miejski dengan menggunakan tram. Seluruh transportasi umum penuh penumpang yang hanya berpergian dengan satu tujuan: datang ke stadion. Mereka tidak ingin ketinggalan menjadi saksi sejarah turnamen sepak bola akbar yang terjadi hanya empat tahun sekali di rumah mereka ini. Hari yang sedikit basah karena hujan itu pun diwarnai dengan pemandangan orang-orang berjalan kaki maupun berkendaraan dalam aneka warna di seluruh sudut kota Poznan. Warna-warna yang dominan dikenakan oleh para 'jemaat bola' adalah biru, yaitu warna seragam timnas Italia dan merah-putih, yang menjadi warna khas Kroasia.

Sesampainya kami di depan Stadion Miejski, suasana sudah seperti medan perang. Gerombolan polisi memasang barikade dan menutup jalan untuk berjaga-jaga apabila terjadi kerusuhan. Mobil polisi diparkir di berbagai sudut jalan dan beberapa polisi tampak siaga di atas beberapa ekor kuda. Di langit di atas sana, sebuah helikopter terbang mondar-mandir untuk mengawasi keadaan di sekitar stadion. Meskipun pengamanannya ketat, syukurlah sampai akhir pertandingan tidak terjadi kerusuhan berarti.

Saya dan Sendy pun memasang perhatian kali-kali aja ada calo yang menawarkan tiketnya pada kami. Ternyata benar. Belasan calo langsung menyerbu kami menawarkan tiket. Kami pun siap-siap untuk menawar harga yang diberikan, namun alangkah kagetnya kami ketika mereka berkata bahwa tiket yang ditawarkan 'hanya' 100 Euro. Padahal, tiket tersebut merupakan kategori 2, yang harga aslinya di website UEFA sebesar 120 Euro! Mungkin para calo sudah terdesak untuk menjual tiket mereka karena kick-off pertandingan sebentar lagi dimulai.


Saya dan Sendy pun membeli tiket yang meskipun sedikit mahal, namun sangat menguntungkan secara finansial itu. Setelah sedikit dibuat was-was karena takut kami ditipu dengan tiket palsu, semuanya berjalan lancar setelah kami akhirnya berhasil masuk ke stadion dan melewati security check. Pertandingan Italia melawan Kroasia yang berakhir imbang 1-1 itu pun kami nikmati dengan tenang.

Setelah pertandingan selesai, kami tidak ingin melewatkan kesempatan untuk berfoto dengan fans-fans Kroasia dan Italia di depan stadion. Sendy sendiri merupakan aktivis Viking, alias klub pendukung Persib Bandung. Dia tidak lupa membawa atribut persib berupa syal dan bendera yang kami bentangkan untuk menunjukkan eksistensi kami, para pecinta sepak bola Indonesia di luar negeri. Oh ya, ditambah lagi, saya, Rusmin dan Sendy, semuanya kompak datang ke stadion mengenakan kaos merah kebesaran tim nasional Indonesia! Suatu bukti bahwa kecintaan kami terhadap sepak bola tidak mengenal batas! Sekaligus cerminan harapan yang tidak pernah mati, agar sepak bola Indonesia bisa berprestasi suatu hari nanti. 


MP